Â
“Tradisi dan masyarakat modern, beyond right and wrong” Tema yang diusung oleh Panitia Wawasan Kebangsaan Istimewa ( WKI ) SMA Van Lith yang digelar Rabu 10 Mei 2023 . Panitia WKI yang dikomandani oleh Pak Eko, Pak Galang, Pak Alek , Pak Yosep dan beberapa pendamping lain tentu memutar otak bagaimana kegiatan WKI ini benar-benar Istimewa. Setelah diskusi dan rapat beberapa kali , akhirnya clear sebagai pembicara adalah KRT Widya Winata yang berlatar belakang abdi dalem Keraton Hadiningrat Ngayogyakarta, Iqba Aji Daryono seorang penulis dan aktifis budaya lokal. Siwi Lungit dari TVRI Yogyakarta berperan selaku Modertor , dan sebagai Puncak acara kali ini adalah Sang Maestro Seni dan Budaya . Beliau adalah Sujiwo Tejo yang dikenal dengan Mbah Tejo yang sering wora-wiri di berbagai stasiun TV nasional.
           Menurut penuturan Bapak Widyo Winata seorang abdi dalem senior Keraton Yogya sejak tahun 1990 an ,satu-satunya Keraton yang masih hidup di Indonesia adalah Keraton Yogyakarta. Artinya masih punya Raja ( Sri Sultan HB ke X ) saat ini, peraturan kerajaan , rakyat dan prajurit atau pegawai . Menghidupi budaya Keraton diantara masyarakat modern tentu hal yang memerlukan perjuangan ekstra. Semangat pengabdian para abdi dalem dan punggowo ( pegawai dan prajurit ) Keraton ini didasari atas kecintaan terhadap kelestarian budaya leluhur dan kerukunan. Dasar kecintaan, kesadaran dan persatuan itulah yang menjaga kesetiaan para abdi dalem Keraton dalam ikut serta melestarikan tradisi dan budaya leluhur . Sementara mas Iqbal banyak menceritakan tentang bagaimana luhurnya budaya di beberapa wilayah di Indonesia .
Nah , sebagai gongnya acara adalah tampilan Sujiwo Tejo ( Mbah Tejo)  yang “Wow” banget dengan latar belakang para Vanlitsian yang tergabung dalam Padus Kartika Bangsa. Satu hal yang sungguh menyentuh para Vanlitsian ketika selama 2 hari sebelumnya ( Senin malam dan Selasa sore ), Mbah Tejo melatih anak-anak Kartika Bangsa secara langsung  menyanyikan lagu-lagu gubahanya sendiri , misalnya Sugih tanpo bondho, Ingsun , Titi Kolo Mongso dll . “Mbah Tejo tegas dan disiplin , harus total dan power full.” Ungkapan Amalio dan Kristian Rafael siswa yang dilatih secara langsung Mbah Tejo. Dan semua kelelahan anak-anak terbayar lunas ketika penampilan mereka membuat audiens terpana bahkan sampai meneteskan air mata. Misalnya tembang gubahan beliau  “Sugih Tanpo Bondo “ ( Kaya tanpa harta ) dengan lirik …..”Sugih tanpo bondo, Digdoyo tanpo aji. Trimah mawi pasrah , Sepi pamrih tebih ajrih . Langgeng tanpo susah, tanpo seneng , anteng mantheng sugeng jeneng” ( Kaya tanpa harta, kuat tanpa senjata. Iklas menerima, tulus hati dan berani . Damai tanpa kesusahan dan kesenangan, Sikap tenang dan menjaga bama baik ).
Gagasan inspiratif yang disampaikan  Mbah Tejo bahwa “Masa lalu bukan untuk dilupakan atau ditinggalkan kemudian menghadapi masa depan dengan mengganti budaya barat, arab dll . Yang benar adalah menghadapi masa depan dengan menata masa lalu dengan metabolisme grafik kekinian .” Masa lalu yang berisi tradisi-tradisi luhur bukan untuk dilupakan atau ditinggalkan namun masa lalu sebaiknya ditata , diolah secara kekinian. Misalnya aspek-aspek budaya dan tradisi adiluhung dikemas dan dikembangkan dengan memanfaatkan media sosial dan IT. Mbah Tejo yang telah berusia 70 tahun menjadi inspirasi kita semua bahwa usia bukanlah halangan seseorang untuk tetap berkarya. Karena kekuatan yang sesungguhnya bukan pada usia namun semangat jiwa yang menggelora untuk lebih bermanfaat bagi sesama. Trimakasih kepada Panitia WKI yang sudah menghadirkan sang tokoh besar Seni Budaya dan Kearifan Lokal Indonesia. Nik